5 Terdakwa Korupsi Tunjangan Rumdis DPRD Natuna Masih Bebas Keliaran
TANJUNGPINANG (Kepriraya.com) – Sebanyak lima orang terdakwa dugaan korupsi korupsi tunjangan rumah dinas (Rumdis) DPRD Natuna Tahun 2011-2015 senilai Rp 7,7 Miliar, usai menjalani sidang ketiga di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Rabu (12/10/2022), masih bebas berkeliaran alias belum dilakukan penahanan oleh majelis hakim yang menyidangkan perkara sebagaimana layaknya.

Kelima terdakwa tersebut yakni, dua mantan Bupati Natuna Raja Amirullah dan Ilyas Sabli. Kemudian, Ketua DPRD Natuna Tahun 2009-2014 Hardi Candra. Makmur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Natuna periode Tahun 2009-2012, Syamsurizon selaku Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Natuna periode Tahun 2009-2016.
Sementara untuk terdakwa Hadi Candra dan Ilyas Sabli, saat ini diketahui merupakan seorang anggota DPRD Kepri periode 2019-2024.
Kelima terdakwa tersebut saat ini masih berstatus tahanan kota dan belum dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Tanjungpinang. Majelis hakim beralasan, masih melakukan pertimbangan terhadap status penahanan kelima terdakwa tersebut.
“Saat status penahanan kelima terdakawa masih kami pertimbangkan, dan masih berstatus tahanan kota,”ujar Ketua Majelis hakim yang memimpin sidang, Anggalanton Boangmanalu SH MH sembari mengetuk palu usai mendengarkan keterangan seorang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Natuna.
Saksi yang dihadirkan JPU kali ini, yakni Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Natuna periode 2011 hingga sekarang, Nila Misdartiana SH.

Dalam sidang, saksi ini lebih banyak mengaku tidak tahu dan lupa, ketika ditanyakan oleh JPU, majelis hakim maupun tim penasehat hukum para terdakwa. Hal itu terutama terkait tanggung jawabnya sebagai Kabag Hukum, apakah ada verifikasi dari pihaknya yang berkaitan dengan pemberian tunjangan bagi para sejumlah pimpinan, wakil pimpinan dan anggota DPRD Natuna dimasa itu.

“Sepengetahuan saya, tidak ada verifikasi berkaitan dengan SK Bupati Natuna tentang besaran tunjangan yang diberikan kepada sejumlah anggota DPRD Natuna dimasa itu,”ucap Saksi Nila Misdartiana.
Saksi juga mengaku tidak mengetahui, terkait ke apsahan SK Bupati Natuna tersebut, apakah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, berkaitan dengan pemberian tunjangan Rumdis untuk para anggota DPRD Natuna tersebut.
“Saya juga tidak tahu, apakah ada pengesahan dari DPRD Natuna dimasa itu tentang besaran tunjangan Rumah Dinas yang diberikan,”ucap saksi.
Pada sidang sebelumnya, JPU telah menghadirkan saksin matan Sekretaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Natuna 2013-2017, Marzuki bersama dua saksi lainnya yakni Yesi, selaku Bendahara Pengeluaran DPRD Natuna.2011-2012 dan Erni Erawati, Kasubag Keuangan Sekwan Natuna 2008-2014.
Dalam keterangan saksi Marzuki mengakui bahwa dimasa dirinya sebagai Sekwan DPRD Natuna 2013 hingga 2017, besaran tunjangan perumahan dinas terhadap Ketua beserta Wakil Ketua juga sejumlah anggota DPRD Natuna saat itu tetap dikeluarkanya sesuai SK Bupati sebelumnya.
“Tunjangan perumahan dinas untuk seluruh pimpinan dan anggota DPRD Natuna untuk tahun 2013, 2014, 2015 dan 2016 hingga 2017 saat itu masih tetap diberikan, dengan alasan rumah dinas yang telah sediakan belum selesai dan masih banyak keurangan,”ucap Marzuki.
Marzuki beralasan, pemberian tunjangan perumahan dinas tersebut atas usulan sejumlah anggota DPRD Natuna saat itu serta berpedoman kepada SK Bupati termasuk DPA sebelumnya, namun besaran nilainya dikurangi dari tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau tidak salah, besaran nilai tunjangan perumahan untuk Ketua DPRD Natuna beserta Wakil dan anggota DPRD Natuna saat itu perbulanya sebesar Rp.14 juta hingga Rp.10 juta,”ucapnya.
Keterangan dan kesaksian termasuk status Marzuki selaku Sekretaris DPRD Natuna saat itu, sempat mengundang pertanyaan dari tim penasehat hukum terdakwa, terutama penasehat hukum untuk dari terdakwa Makmur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Natuna periode Tahun 2009-2012.
“Pasalnya, klien kami, selaku sekretaris DPRD Natuna dijadikan tersangka dan saat ini duduk di kursi terdakwa. Sedangkan saudara saat ini masih berstatus saksi, ada apa ini,” kata Rifai, penasehat hukum terdakwa Makmur.
Tanggapan penasehat hukum terdakwa tersebut juga diteruskan ke Majelis hakim yang memimpin sidang untuk dapat mempertimbangkan ini.
“Nanti kita lihat perkembangannya,” sahut Ketua Majelis hakim.
Dalam sidang terungkap, perbuatan para terdakwa itu berawal dari Pemerintah Kabupaten Natuna telah menyelesaikan pembangunan 19 unit bangunan perumahan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna di kota Ranai Tahun 2010, dengan total anggaran APBD senilai Rp 22 Miliar.
Namun, Rumdis seharga puluhan miliar ini belum dilengkapi sarana dan prasarana seperti belum tersedianya listrik, air minum, dan akses jalan. Lantaran dianggap belum optimal, Pimpinan DPRD dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna belum bersedia menempati rumah dinas tersebut karena dianggap belum layak huni.
Terdakwa Hadi Candra selaku Ketua DPRD Natuna, juga berkeinginan melakukan perubahan besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna untuk Tahun 2011, dengan rincian Ketua DPRD senilai Rp 18 juta per bulan. Kemudian Wakil Ketua DPRD Natuna senilai Rp 17 juta per bulan, dan Anggota DPRD Natuna lainnya senilai Rp 15 juta per bulan.
Penentuan alokasi besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna yang dianggarkan tersebut tidak sesuai dengan mekanisme, yakni usulan Sekwan tidak pernah diajukan kepada bupati, Tim TAPD, tidak pernah melakukan survei rumah yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2006.
Perbuatan kelima terdakwa ini dilakukan tanpa analisa dan tanpa mempertimbangkan standarisasi satuan harga sewa rumah setempat. Besaran tunjangan yang ditetapkan Kepala Daerah setempat untuk Tahun 2011 sampai 2015 senilai Rp 14 juta per bulan (Ketua), Rp 13 juta (wakil ketua) dan Rp 12 juta (anggota)
Perbuatan para terdakwa dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf B UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terdakwa telah melakukan, atau turut serta melakukan berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
Dalam perkara ini, kelima terdakwa sejak di penyidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri, bahkan hingga perkaranya disidangkan, belum dilakukan penahanan di Rutan sebegaimana layaknya dan masih berstatus tahanan kota (Asf)