ORANG MISKIN (Hanya Kisah Fiksi)
Oleh : Ahmad Azroi
OPINI
Orang miskin saat pesta pernikahan;
Orang miskin ikut ngantri dari penyambut tamu hingga ke tempat hidangan. Tak ada sambutan yang berlebihan, orang miskin duduk di bangku berdesak-desakan, tak mungkin orang miskin duduk di meja bundar kalau bukan keluarga atau undangan khusus.
Orang miskin ikut bahagia, mendoakan sambil masukkan amplop ke kotak, walaupun terkadang amplop itu hanyalah amplop tanpa jiwa atau bahkan tanpa raga, dia disambut dan dilepas dengan iringan senyum canggung dan biasa saja, seperti hantu dia ada tapi tak terasa kehadirannya, semua acuh dan senyum alakadarnya.
Coba rasakan perbedaan kalau yang datang itu orang kaya apalagi bapak ibu pejabat, rasakan perbedaannya, coba ukur dengan penggaris berapa lebar senyum orang-orang yang menyambutnya.
Orang miskin di mata pemerintah;
Kata pemerintah orang miskin di Indonesia sudah di bawah 10%, kita berhasil kata Bapak pejabat dengan senyum lebarnya. Tapi dia sudah memastikan bahwa anak dan keluarganya tidak termasuk orang miskin, maka gampang saja orang miskin itu hanyalah angka. Akhirnya Bapak itu asik bikin batik seragam kantor mahal-mahal untuk gaya, bergaya di depan orang miskin rakyatnya.
Pemerintah itu kadang lupa cara melakukan klasifikasi dan skala prioritas kepada orang miskin, pejuang-pejuang UMKM rata-rata orang miskin, tapi pada saat ada pendampingan usaha yang dapat kesempatan hanya sanak keluarga dari si A atau si B. Birokrasi juga, saat ngurus surat menyurat administrasi orang miskin disuruh nunggu sampai minta ampun, sampai belangau. Satu lagi yang lebih gawat orang miskin jangan sampai berurusan dengan hukum, orang miskin dipastikan binasa.
Orang miskin di mata Politisi;
Orang miskin ini dibutuhkan sekali sama politisi, apalagi saat masuk musim pemilu, di pemilu inilah derajat orang miskin agak naik sementara, suara orang miskin dengan suara orang kaya nilainya sama. Mungkin ini juga alasannya mengapa angka kemiskinan itu harus tetap ada di setiap negara hatta semaju apapun negara tersebut, mungkin untuk keperluan khusus khusus seperti pemilu ini, melestarikan patron-klien antara politisi dengan orang miskin.
Saat butuh suara orang miskin dipanggil-panggil, dikasi amplop dikasi mukena, diminta datang dan dengarkan si calon pidato bla bla bla, inilah pesta kata orang miskin, apalagi dapat job pasang baliho pasang bendera. Tapi orang miskin lupa, saat pelantikan orang miskin dipastikan menghilang, rupanya orang miskin kembali berubah menjadi hantu, tak kelihatan.
Orang miskin di mata negara;
Dalam UUD pasal 34 ayat 1 “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Kata “dipelihara” bermakna negara punya kewajiban untuk menyayangi melindungi dan tentu saja mengeluarkan orang miskin dari garis kemiskinannya.
Orang miskin itu dimulai dari pikirannya.
Dia dimiskinkan sebelum benar-benar dia miskin, karena tekanan kehidupan secara sistematis membuat kualitas miskinnya menjadi-jadi. Status miskin bisa diturunkan turun temurun bahkan bisa semakin parah.
Itulah peran negara harusnya hadir memutus mata rantai kemiskinan.
Pendidikan yang unggul adalah cara paling tepat negara dalam jangka panjang untuk menghapus kemiskinan, pemerintah sebagai pengelola negara harus benar-benar memperhatikan agar pendidikan itu kreatif, menghasilkan generasi full endurance, tidak mudah jatuh miskin.
Orang miskin di mata agama;
Baju compang-camping itu bukan zuhud, tapi justeru ketidakberdayaan, mau ibadah saja butuh sabun supaya tidak apak, mau ibadah harus bersih dan tidak bau, apalagi kalau ibadah berjamaah.
Kemiskinan juga bisa mendatangkan pikiran liar dan dekat dengan kemungkaran, orang bisa gelap mata kalau miskinnya sudah mengancam urusan periuk nasinya.
Apakah orang miskin dapat tempat dalam agama? Istimewa. Orang miskin diprioritaskan mendapatkan zakat dan shadaqah. Orang miskin di akhirat digolongkan menjadi ahlul musibah, derajatnya sangat tinggi karena dia terus berjuang dan bersabar.
Bersabar ya orang miskin. Sekian.