BINTANDAERAHHUKRIMKEPRITANJUNGPINANG

Sidang Korupsi Jembatan Tanah Merah, PH Terdakwa Siswanto Hadirkan Ahli dari LKPP dan Purnabakti ASN Kementerian PUPR

  • Dua saksi ahli yang dihadirkan tim PH terdakwa Siswanto, perkara dugaan korupsi jembatan Tanah Merah yakni Ir. Teuku Anshar, CES,  Ahli Konstruksi dan Ir. Riad Horem Dipl HE, Ahli Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah saat diambil sumpahnya oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang pada Kamis (29/2/2024)

TANJUNGPINANG (Kepriraya.com) – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pelaksanaan kegiatan pembangunan jembatan Tanah Merah, Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan TA. 2018 dan 2019 dengan 2 Terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang,  Kamis (29/2/2024)

Dalam perkara ini melibatkan dua terdakwa yakni, Bayu Wicaksono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan terdakwa Siswanto  selaku kontraktor penyedia jasa dari CV.Bina Mekar Lestari (Penyedia lanjutan TA. 2019) dengan didampingi Tim Penasihat Hukumnya yakni Dr. Edy Rustandi, S.H, M.H., Edward Sihotang, S.H., dan Dwiki Kristantio, S.H.

Namun dalam sidang kali ini, tim Penasehat Hukum terdakwa Siswanto, menghadirkan dua orang saksi ahli, yakni Ir. Teuku Anshar, CES,  Ahli Konstruksi dan Ir. Riad Horem Dipl HE, Ahli Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah, kemudian saksi A De Charge (meringankan) yakni Hamrudin, pada 2018 jabat ketua RW setempat, tahun 2019 sampai saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Penaga, Bintan.

Diketahui, profil kedua ahli tersebut, Ir. Riad Horem, Dipl. He, mantan Direktur Hukum/Penyelesaian Sanggah – Monev LKPP RI 2008 – 2013 dan Purnabakti Golongan IV-e ASN 2013 Kementerian PUPR, saat ini menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri PUPR Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Ahli Ir. Riad Horem, Dipl.HE, ini juga merupakan lulusan S1 di Universitas Sumatera Utara, dan S2 di IHE Delft The Netherlands

Sedangkan Ir. Teuku Anshar, CES, merupakan, Purnabakti Aparatur Sipil Negara 2013 Kementerian PUPR, sebagai pejabat fungsional dan Ka.Sub.Dit dalam berbagai proyek pembangunan jalan dan jembatan di Indonesia;

Ahli Ir. Teuku Anshar, CES ini juga merupakan lulusan S1 di Universitas Sumatera Utara, dan S2 di Ecole National des Travaux Publiks de l’Etat, Lyon, Prancis

Dalam keterangan ahli Ir. Riyad Horem, Dipl HE, menjelaskan bahwa Feasibility Study (FS) atau uji kelayakan sebelum dilelangkannya sebuah proyek sifatnya tidak wajib / opsional dan biasanya hanya diperlukan untuk sebuah proyek-proyek besar yang berdampak sangat luas kepada masyarakat.

“Seperti proyek jalan tol, dan pekerjaan yang sumber pendanaannya menggunakan pendanaan atau investasi dari pihak swasta sebagai perhitungan untuk return of investment pendanaan tersebut,” ungkapnya.

Ia juga menyebutkan, bahwa dengan dilelangkannya barang dan jasa suatu pekerjaan oleh pemerintah artinya pekerjaan tersebut sudah layak untuk dikerjakan oleh penyedia yang dipilih sebagai pemenang.

“Dalam hal proses tender diikuti oleh beberapa perusahaan, namun ternyata yang memasukkan penawaran hanya 1 perusahaan maka proses tender tersebut tetap sah dan dapat dilanjutkan dengan tetap mengacu pada kerangka acuan kerja yang dimuat oleh Pokja dalam proses tender;”jelasnya.

Dikatakan, bahwa penyedia selanjutnya (khususnya dalam pekerjaan lanjutan) tidak punya kewajiban untuk melakukan uji terhadap kualitas, uji penyelidikan tanah, maupun review desain oleh penyedia lanjutan

“Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab pihak pemerintah untuk melaksanakannya sebelum pekerjaan tersebut ditenderkan kembali. Sebab muatan resiko dalam sebuah pekerjaan tidak dapat diukur dan dihitung dalam item pekerjaan terlebih jika harus dibebankan kepada penyedia lanjutan,”ujar pria yang sudah melalang melintang hadir sebagai saksi ahli berbagai perkara dugaan korupsi ini.

Kondisi itu terangnya, pemerintah harus memberikan informasi dengan jelas dan pasti dalam sebuah proses pengadaan barang dan jasa, terlebih jika hal tersebut juga tidak dituangkan dalam dokumen tender.

“Bahwa untuk melakukan uji kualitas tersebut selain harus dilakukan oleh PPK, apabila itu dibebankan kepada Penyedia maka harus ada perintah atau instruction to build oleh PPK. Bilamana hal tersebut tidak ada terlebih juga tidak dimuat dalma kontrak, maka hal tersebut tidak dapat dibebankan kepada penyedia lanjutan,”jelasnya.

Untuk melakukan uji kualitas tersebut, lanjutnya, selain harus dilakukan oleh PPK, apabila itu dibebankan kepada Penyedia maka harus ada perintah atau instruction to build oleh PPK, bilamana hal tersebut tidak ada terlebih juga tidak dimuat dalma kontrak, maka hal tersebut tidak dapat dibebankan kepada penyedia lanjutan.

“Penyedia dalam hal ini hanya bertanggung jawab sebatas apa yang dikerjakannya sesuai dengan kontrak dan dokumen tender,”terangnya.

Bahwa bilamana terjadi kerusakan terhadap hasil pekerjaan konstruksi dalam sebuah pekerjaan lanjutan, ucapnya, maka tidak bisa serta merta penyedia lanjutan harus bertanggung jawab.

“Hal ini harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu oleh serangkaian tim ahli untuk menentukan porsi-porsi tanggung jawab,”ucap Ahli.

Ahli juga menyebutkan, tindakan tambah kurang pekerjaan yang telah lebih dulu dilaksanakan sebelum ditanda tanganinya addendum, maka hal itu tetap sah dan tidak menjadi persoalan, terlebih jika hal ini sudah diberitahukan oleh penyedia melalui request of work dan telah diketahui oleh PPK.

“Hal ini juga mengingat dalam sebuah pekerjaan konstruksi sifatnya dinamis dan harus cepat, jika menunggu proses tersebut selesai dilaksanakan akan menjadi tidak efisien,”jelasnya.

Bahwa terhadap konsultan perencana di pekerjaan tahun anggaran sebelumnya kemudian menjadi konsultan pengawas di tahun anggaran berikutnya, menurutnya dalam pekerjaan lanjutan akan timbul konflik kepentingan atau conflict of interest.

“Bahwa pemberitahuan secara lisan perubahan personel dalam pekerjaan konstruksi pemerintah kepada PPK dan telah disetujui adalah dibenarkan, mengenai persoalan salah satu personel pengganti yang diajukan oleh penyedia ada kekurangan dalam hal kualifikasinya (pengalaman kerja). Bilamana hal ini sudah disetujui oleh PPK, maka tanggung jawab tersebut telah diambil oleh PPK,”ucap ahli.

Ahli ini juga menyebutkan, hal yang dimaksud dengan “pemeliharaan” adalah melakukan perawatan atau menjaga hasil pekerjaan yang dikerjakannya, sesuai dengan item yang dikerjakan oleh penyedia.

“Artinya penyedia lanjutan hanya wajib melakukan pemeliharaan terbatas pada item pekerjaan yang termuat dalam dokumen tender dan kontrak,”jelasnya.

Sementara saksi Ir. Teuku Anshar, CES Ahli Bidang Konstruksi menjelaskan, bahwa adanya tambah kurang pekerjaan dalam pekerjaan konstruksi dibenarkan, sepanjang dituangkan dalam justifikasi teknis dan kemudian ditindaklanjuti dengan addendum kontrak;

“Bahwa Mutual Check 0 dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah pemeriksaan secara bersama antara PPK, pengawas, dan penyedia untuk melakukan tinjauan terhadap kondisi existing di lokasi pekerjaan dicocokkan dengan gambar perencanaan yang sudah ada (detail engineering design / DED yang dibuat oleh konsultan perencana),”jelasnya.

Ahli konstruksi ini juga menyebutkan, untuk melakukan uji kualitas tersebut selain harus dilakukan oleh PPK, namun apabila itu dibebankan kepada Penyedia maka harus ada perintah oleh PPK.

“Sepanjang tidak ada perintah dari PPK dan hal tersebut tidak dimuat dalam kontrak, maka hal tersebut tidak dapat dibebankan kepada penyedia lanjutan,”ucap Ahli.

Menurutnya, penyedia dalam sebuah pekerjaan lanjutan hanya bertanggung jawab terbatas pada item-item pekerjaan yang dilaksanakan.

“Bahwa penghilangan pekerjaan (contohnya pekerjaan aspal di atas tanah timbunan) adalah dibenarkan asalkan hal tersebut termuat dalam justifikasi teknis yang berisi alasan penghilangan maupun penambahan pekerjaan. Kemudian hal tersebut ditindaklanjuti dengan penandatanganan addendum kontrak,”ucapnya.

Terkait fungsi plat injak dalam sebuah jembatan, menurut ahli konstruksi ini adalah untuk mendistribusikan beban yang dipikul oleh sebuah jembatan, agar beban yang melewati atau ada di atas badan jembatan tidak sepenuhnya dipikul oleh abutment jembatan.

“Plat injak justru memperkuat struktur jembatan, pekerjaan plat injak dalam sebuah jembatan sangat umum dikerjakan dalam proyek-proyek jembatan di Indonesia”papar ahli.

Bilamana terjadi kerusakan terhadap hasil pekerjaan konstruksi dalam sebuah pekerjaan lanjutan, jelas ahli, maka tidak bisa serta merta penyedia lanjutan harus bertanggung jawab.

“Sebab hal ini harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu oleh serangkaian tim ahli untuk menentukan porsi-porsi tanggung jawab,”ujarnya.

Ahli juga memaparkan, rerkait konsultan perencana dalam membuat DED sebuah jembatan selain harus memperhitungkan beban vertikal juga harus memperhitungkan gaya dorong horizontal, dalam hal ini gaya lateral, selain itu juga harus memperhitungkan kondisi cuaca maupun potensi curah hujan di area pekerjaan.

Dihubungan dengan keterangan saksi-saksi fakta, maka keterangan ahli-ahli tersebut juga sesuai dengan keterangan saksi MC Andy selaku konsultan pengawas TA 2019, Karliandra John Friady selaku asisten teknis PPK, dan Bayu Wicaksono selaku PPK (saksi mahkota), yang pada intinya mengatakan bahwa dalam dokumen tender maupun kontrak tidak ada item pekerjaan untuk melakukan uji kualitas terhadap pekerjaan sebelumnya, review desain terhadap gambar perencanaan, dan uji penyelidikan tanah.

Para saksi tersebut juga menerangkan dalam proses pelaksanaan pekerjaan pihak pengawas, asisten teknis PPK dan PPK tidak pernah memberikan teguran kepada CV Bina Mekar Lestari, karena pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan item pada dokumen tender dan kontrak.

Hal ini juga sesuai keterangan saksi M. Jafar (Ketua Pokja TA 2019) dan Bayu Wicaksono (PPK), proses tender TA 2019 telah dijalankan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, dan tidak ada upaya penyedia lanjutan (CV Bina Mekar Lestari) untuk menjanjikan/memberikan sesuatu dalam proses tender tersebut (murni tidak ada interensi);

Sementara saksi A De Charge (meringankan) yakni Hamrudin, pada 2018 menjabat sebagai Ketua RW setempat, tahun 2019 hingga saat ini sebagai Kepala Desa Penaga, Bintan, dalam persidangan sebelumnya pada hari Rabu, 28 Februari 2024 yang dihadirkan oleh tim PH terdakwa Siswanto menyebutkan bahwa beberapa jembatan yang telah dibangun di wilayah kerjanya sebelumnya, memiliki kedalaman tiang pancang melebihi 30 meter bahkan sampai 40 meter.

Sementara untuk pemasangan tiang pancang dalam kegiatan proyek jembatan Tanah Merah yang dikerjakan oleh kontraktor pertama pelaksanaan pekerjaan hanya berkisaran belasan Meter, sehingga tidak kuat menahan beban yang yang ada di atasnya.

Keterangan saksi A de Charge ini jika disejelankan dengan saksi ahli yang dihadirkan tim PH terdakwa Siswanto, maka adanya persoalan terhadap proyek jembatan merah ini, terletak pada pihak kontraktor pertama yang mengerjakan proyek.

Sementara pada pelaksanaan pekerjaan lanjutan yang dikerjakan oleh Terdakwa Siswanto, didapati hanya sekedar melanjutkan pekerjaan sesuai dengan dokumen tender yang disediakan oleh pihak PPK pelaksanaan pekerjaan.

Dalam keterangan saksi Robbi Akbar Anugrah dari BMKG sebelumnya menyebutkan tentang kondisi cuaca dengan curah hujan Intensitas cukup tinggi di wilayah Kabupaten Bintan terutama pada awal hingga akhir Desember 2019 saat itu.

Bahkan Robi membenarkan keterangannya di BAP tentang curah hujan yang sangat lebat saat proyek dikerjakan yang memungkinkan proyek ini terlambat bahkan gagal dilaksanakan.

“Kondisi curah hujan pada Desember 2019 saat itu memang cukup tinggi,”ucapnya.

Sedangkan saksi  Ronny Rachmat Saputra, selaku Ketua Panitia Penerimaan Hasil Pekerjaan jembatan tanah merah tahun 2019 yang dikerjakan oleh CV Bina Mekar Lestari selaku Kontraktor pekerjaan lanjutan mengatakan, pihaknya telah menerima hasil pekerjaan dengan progres 100% kegiatan proyek dimaksud dari PPK ( Bayu Wicaksono) dan pelaksana kegiatan menyerahkan dokumen kelengkapan pekerjaan (PHO).

“Setelah kita teliti, kemudian diserahkan ke KPA melalui saya.”ucap Roni

Sementara untuk proyek tahun 2018 yang dikerjakan oleh PT Bintang Fajar Gemilang,  Roni mengaku tidak ada penyerahan hasil pekerjaan, karena putus kontrak.

”Kami tidak ada serah terima. Saya tidak tahu ada pembayaran.”ujarnya.

Roni diingatkan tentang BAP poin 6 tentang pemeriksaan dokumen.”Kalau sudah 100 persen (pekerjaan dilaksanakan) baru diperiksa dokumennya.”ucapnya.

Kemudian pada proyek lanjutan tahun 2019, terungkap terdakwa Bayu Wicaksono yang bertanggungjawab dan tim selaku PPK.

”Yang mengendalikan pengujian adalah PPK dan tim.”ucapnya.

Sidang dipimpin Riska Widiana SH MH didampingi hakim anggota Siti Hajar Siregar SH dan Syaiful Arif SH (hakim ad hoc Tipikor) dengan jaksa penuntut umum dari Kejari Bintan .(fnl)

Editor Redaksi

,

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *