Terdakwa Wita Minta Hukuman Seringannya, Sidang Dugaan Kasus Penggelapan

- Sidang nota pembelaan (Pledoi) terdakwa Wita Julia Putri, terdakwa dugaan kasus penggelapan dana penjualan tiket PT. Magna Rizky Tour and Travel di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Senin (05/08/2024). f/Redaksi/Kepriraya.com
TANJUNGPINANG (Kepriraya.com) –
Wita Julia Putri, terdakwa dugaan kasus penggelapan dana penjualan tiket PT. Magna Rizky Tour and Travel, perusahaan tempatnya bekerja, memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan hukuman seringan-ringannya.
Hal tersebut disampaikan terdakwa melalui Tim Penasehat Hukumnya Agung Ramadan Saputra dalam nota pembelaan (Pledoi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Senin (05/08/2024).
Sebelumnya JPU Desta Garindra dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang menuntut terdakwa Wita selama 2 tahun penjara.
JPU menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang milik orang lain yang berada dalam kekuasaannya karena hubungan kerja, pencaharian, atau menerima upah sebagaimana dakwaan pertama yang melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Kami memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan hukuman seringan-ringannya kepada terdakwa,”kata tim PH Terdakwa.
Tim PH terdakwa beralasan, bahwa kliennya Wita Julia Putri siap mengembalikan kerugian korban, tetapi, sesuai yang digunakan dengan audit bersama bukan audit korbam sendiri.
Wita mengaku bahwa uang PT Magna Rizky Taour And Travel yang telah digelapkan adalah sebanyak Rp 210 juta.
Menurutnya, uang itu digunakan untuk pembelian ATK untuk kantor dan dirinya memiliki bukti chatingan di WhatsApp terdakwa dengan korban. Namun terdakwa tidak memiliki struk belanja ATK sebagai buktinya.
Disamping itu, terdakwa juga mengakui perbuatannya itu salah, dan menyesal serta tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Alasan lain, tim kuasa hukum menyebutkan, bahwa terdakwa selama ini selalu koperatif dan memiliki anak yang masih bayi membutuhkan perawatan serta nutrisi air susu ibu (ASI) untuk pertumbuhannya.
Alasan lainnya, berdalih bahwa tidak pernah membuat pembelian tiket fiktif untuk pembelian tiket maskapai City Link dan Garuda dan semua buktinya itu ada.
Persidangan yang dipimpin oleh Majelis Hakim Riska Widiana didampingi oleh Boy Syailendra dan Refi Damayanti ditunda besok, Selasa (06/08/2024) untuk mendengarkan putusan vonis majelis hakim.
Sementara itu diluar persidangan, Agung Penasehat Hukum terdakwa meminta kepada Majelis Hakim untuk menentukan kerugian yang telah dilakukan terdakwa secara objektif tidak hanya serta merta mengikuti dakwaan.
Menurutnya bahwa kerugian Rp 1,2 miliar yang ada di dalam dakwaan JPU tidak ada legalitasnya. Kemudian di dalam persidangan saksi korban mengatakam kerugian yang dialaminya sebesar Rp 1,6 miliar.
“Kami menduga memang nilai kerugian tidak sesuai dengan fakta dan tidak secara ril dihitung dengan metode perhitungannya kita juga tidak tahu,” jelasnya.
Selain itu dari fakta yang menghitung Kerugian langsung oleh korban bukan melalui auditor.
“Terdakwa mengakui berdasarkan keterangan di BAP kerugian sebesar Rp 210 juta. Korban kerugian yang dapat dibuktikan di BAP hanya Rp 180 juta. Ini tipis-tipis saja. Kenapa tidak dilakukan perhitungan secara independen ( atau sescara seksama ). Alasan korban ini bisnis keluarga,”pungkasnya.(fnl)
Editor Redaksi