Lis Diminta Tinjau Ulang Rencana Pengurangan RT dan RW
Perubahan Bisa Berdampak pada Dokumen Kependudukan Warga

Robby, tokoh masyarakat Tanjungpinang.
TANJUNGPINANG, (kepriraya.com)— Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, diminta untuk meninjau ulang rencana pengurangan jumlah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di wilayah Kota Tanjungpinang. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan dampak administratif, termasuk perubahan pada alamat warga dan dokumen kependudukan seperti KTP, KK, BPJS, hingga SIM.
“Informasinya, di Perumahan Taman Harapan Indah yang awalnya memiliki tiga RT akan disatukan menjadi satu RT. Sementara di Kelurahan Air Raja, jumlah RW juga dikurangi. Otomatis, dokumen administrasi kependudukan akan berubah karena perubahan alamat mengikuti struktur RT/RW terbaru,” ujar seorang dosen dari UMRAH, Tanjungpinang, pada Rabu (10/7).
Berdasarkan informasi dari hasil rapat RT dan lurah, di Kelurahan Batu IX, jumlah RW akan dipangkas dari 15 menjadi 5 RW. Sedangkan jumlah RT akan dikurangi dari 52 menjadi hanya 33 RT.
Kebijakan ini menuai kekhawatiran karena dapat membebani masyarakat. Perubahan RT/RW akan memaksa warga untuk memperbarui berbagai dokumen administrasi, atau justru menimbulkan ketidaksesuaian data alamat pada dokumen-dokumen resmi.
“Ini bukan langkah pembenahan, tapi justru mempersulit warga. Mereka akan bolak-balik ke Dinas Kependudukan, kantor lurah, dan instansi lainnya hanya untuk memperbaiki data yang berubah. Padahal, seharusnya pemerintah mendekatkan pelayanan, bukan malah menjauhkannya,” tegas Robby, tokoh masyarakat Tanjungpinang.
Robby menilai jika tujuan pemerintah adalah efisiensi anggaran, maka sebaiknya yang dikaji ulang adalah struktur Organisasi Perangkat Daerah (OPD), bukan lembaga masyarakat seperti RT dan RW. Ia juga mengusulkan agar RT dan RW diberdayakan untuk membantu meningkatkan kesadaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dengan kompensasi berupa insentif dari peningkatan penerimaan pajak.
“RT bisa diberi tugas menyampaikan surat tagihan pajak. Jika pendapatan daerah meningkat, insentif RT/RW bisa ditingkatkan juga. Jadi bukan jumlah RT yang dikurangi, tapi fungsi mereka yang diperkuat,” tambahnya.
Ia juga menyayangkan sikap DPRD Kota Tanjungpinang yang dianggap tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan optimal. Robby menyebut, pengesahan pencabutan Perda tentang lembaga kemasyarakatan oleh 30 anggota DPRD secara tidak langsung menyetujui pengurangan jumlah RT dan RW.
“Kalau alasannya karena ada RT yang hanya mengurus 8 KK, seharusnya dilakukan pemetaan lebih akurat. Gabungkan RT yang terlalu kecil, bukan justru memangkas secara menyeluruh,” tandasnya.
Robby menegaskan bahwa jika kebijakan ini tetap dijalankan, maka masyarakat akan kesulitan menjangkau layanan RT dan RW. Bahkan, tidak menutup kemungkinan satu RW baru akan mencakup beberapa perumahan, sehingga posisi RW semakin jauh dari tempat tinggal warga.
“RT dan RW seharusnya menjadi garda terdepan dalam pelayanan masyarakat, bukan malah dijauhkan dari warga,” tutupnya.