Kapolda Riau Diminta Serius Usut Tuntas Kasus Penangkapan 70 Ton Kayu ilegal

- Ketua IWO Provinsi Riau, Muridi Susandi minta Kapolda Riau Diminta Serius Usut Tuntas Kasus Penangkapan 70 Ton Kayu ilegal di Meranti. Rabu (19/6/2024) foto: Jhon kepriraya.com
PEKANBARU (kepriraya.com)– Kapolda Provinsi Riau diminta serius mengusut tuntas siapa dalang atau otak pelaku kasus penangkapan Kapal Motor (KM) Putri Diana yang mengangkut 70 ton kayu olahan ilegal oleh Ditreskrimsus Polda Riau, di Perairan Sungai Pengaram, Desa Mengkikip, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti.
Ketua IWO Provinsi Riau, Muridi Susandi, menegaskan bahwa pelaku utama serta jaringan dalam pengendalian ilegal logging ini harus diungkap sepenuhnya oleh pihak berwajib demi kepentingan publik.
“Siapa pemilik dan penadah kayu yang dibawa KM Putri Diana harus diusut tuntas agar masyarakat tahu siapa yang merusak sumber daya alam kita dengan sesuka hati mereka,” ujar Sandi, sapaan akrab Muridi Susandi, pada Rabu (19/6/2024).
Atas tangkapan itu, Sandi sangat mengapresiasi prestasi Polda Riau dalam menangkap kayu olahan berupa balak tim jenis Kayu Rimba campuran yang tidak dilengkapi dokumen sah ini.
“Oleh karena itu, Ditreskrimsus Polda Riau tidak boleh pandang bulu dalam penyelidikan dan harus mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai terkesan ada main mata. Jangan hanya nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK) saja yang dijadikan tersangka, mereka hanya bekerja mengangkut kayu olahan saja,” tegas Sandi.
IWO Riau akan terus mengawal perkembangan dan penyidikan lebih lanjut atas kasus ini, karena diyakini terdapat pemodal dan penadah sebagai penampung kayu olahan yang tidak berizin tersebut. Tindakan ini jelas melanggar undang–undang Nomor 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan Hutan.
“Dugaan kami selama ini kayu-kayu olahan tersebut dibawa ke kota Batam, sehingga Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Meranti pun kecolongan,” pungkas Sandi.
Sebelumnya diberitkan, Polda Riau menangkap nahkoda Kapal Motor (KM) Putri Diana berinisial SY dan Kepala Kamar Mesin (KKM) KM Putri Diana berinisial FH, karena membawa kayu olahan ilegal sebanyak 70 Ton di Perairan Sungai Pengaram, Desa Mengkikip, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Rekrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi, membenarkan tentang penangkapan kedua pelaku saat razia di perairan Desa Mengkikip, Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Ketika dirazia, kapal tersebut mengangkut muatan 70 ton kayu olahan berupa balok tim jenis kayu rimba campuran,” ujar Nasriadi, Sabtu (15/06/24).
Nasriadi menjelaskan bahwa pengungkapan ini berawal dari informasi tentang kegiatan pengangkutan kayu hasil hutan yang tidak dilengkapi dokumen sah pada Rabu, 5 Juni 2024, sekitar pukul 19.00 WIB. Berdasarkan informasi tersebut, Tim Unit 4 Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Riau melakukan penyelidikan dan menemukan adanya pengangkutan kayu di perairan Kepulauan Meranti, tepatnya di Sungai Pengaram, Desa Mengkikip, Kecamatan Tebing Tinggi Barat.
“Tim melakukan upaya paksa penangkapan terhadap Kapal Motor Putri Diana atas dugaan mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan,” jelas Nasriadi.
Kemudian aparat mengamankan nakhoda kapal, KKM, dan anak buah kapal. Mereka dibawa ke Markas Polda Riau untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Untuk kapal beserta muatannya dititipkan di Pos Polair Tanjung Buton-Polres Siak,” ungkap Nasriadi.
Dari hasil penyelidikan, penyidik Unit 4 Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Riau menetapkan dua orang tersangka, yaitu SY selaku kapten atau nahkoda kapal dan FH selaku KKM.
Kedua tersangka disangkakan dengan Pasal 83 ayat (1) huruf b UU RI No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 37 angka 13 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
“Ancaman pidananya penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. Denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar,” tegas Nasriadi.
Nasriadi menyebut bahwa pihaknya masih melakukan pendalaman (Jon)
Editor Redaksi