Musrin: Tuntutan JPU Batam Keliru, Copot Saja Kejari Batam

- Kuasa hukum terdakwa, Musrin SH MH CPL CPLE CPM CPrM CPPPLS, saat mendampingi Terdakwa di Pengadilan Negeri Kota Batam pada Selasa (25/6/2024).foto: Ist
BATAM (kepriraya.com)– Yuditha Maunu Anunut, seorang penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI), dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batam dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 4.687.500.000 dengan subsidair 2 bulan kurungan. Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Kota Batam pada Selasa (25/6/2024).
Terdakwa dikenakan Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kuasa hukum terdakwa, Musrin SH MH CPL CPLE CPM CPrM CPPPLS, menyatakan bahwa pihaknya menilai tuntutan yang diberikan oleh JPU adalah keliru. Menurut Musrin, Jaksa sudah mulai keliru dalam menyusun dakwaan, terlihat dari dakwaan alternatif kedua. Selain itu, Jaksa juga tidak memasukkan keterangan saksi ahli yang merupakan fakta dari persidangan tersebut.
“Dalam menangani persidangan kali ini, kami menilai Jaksa membuat tuntutan yang keliru. Sebab, mulai dari dakwaan hingga putusan, banyak kejanggalan yang kami temukan. Dalam dakwaannya, Jaksa menuliskan nama dan proses hukum yang berbeda dari kasus tersebut. Lalu, keterangan saksi ahli yang juga dihadirkan oleh pihak JPU tidak dimasukkan dalam pertimbangannya untuk memberikan tuntutan, di mana pada keterangan saksi ahli tersebut mengatakan bahwa terdakwa telah tepat dikenakan pasal 68 jo pasal 86 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” jelas Musrin, Rabu (26/6/2024).
Musrin juga menyebutkan adanya perbandingan dengan perkara PMI lainnya yang diputus pada awal Juni 2024. Dalam perkara nomor 921 dengan korban 20 orang, calon pekerja diminta duit di muka Rp 50 hingga Rp 80 juta. Tuntutan JPU pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 100 juta dengan subsidair 3 bulan kurungan dapat dilihat di situs SIPP PN Batam.
“Namun klien kami aktif berkoordinasi dengan BP2MI dan pihak BP2MI juga mengunjungi perusahaan. Selain itu, seluruh biaya PMI ditanggung oleh pihak perusahaan tanpa dipungut biaya. Lalu, perizinan berkas juga ditanggung oleh perusahaan sebelum diberangkatkan. JPU menuntut klien kami 7 tahun penjara dan denda Rp 4.687.500.000 (empat miliar enam ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan subsidair 2 bulan kurungan,” ujarnya.
Musrin mempertanyakan dasar dan cara Jaksa dalam menilai hingga terjadi perbedaan tuntutan yang tidak wajar tersebut.
“Tentunya jika melihat kedua kasus tersebut, kami mempertanyakan tuntutan yang diberikan oleh JPU. Apa dasarnya dan bagaimana caranya Jaksa menilai hingga terjadi perbedaan tuntutan yang tidak wajar tersebut,” tegas Musrin.
Musrin menambahkan, “Jika sudah begini, apakah masih bisa kita sebut Kejari Batam baik-baik saja? Apakah Kejari Batam masih menjunjung nilai-nilai keadilan? Ada apa dengan Kejaksaan Batam?”
“Kami meminta agar Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri, Red) mengawasi kualitas kinerja anggotanya. Kami akan sepakat kalau penegakan hukum itu profesional dan mencerminkan rasa keadilan. Tapi, kami tidak sepakat jika ada ketidakwajaran dalam penegakan hukum. Dan saran kami copot saja Kajari Batam,” pungkas Musrin. (Afrizal)
Editor: Redaksi