TANJUNGPINANG

Nelayan Kepri Keluhkan Keterlambatan Penanganan Kapal di PSDKP Pontianak

  • Hampir Setahun Tak Kunjung Kelar

Tiga kapal nelayan yang masih diamankan di Stasiun PSDKP Pontianak. f- Ist

TANJUNGPINANG (kepriraya.com) – Hampir satu tahun proses penanganan tiga kapal ikan yang diamankan jajaran Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) belum selesai sehingga dikeluhkan nelayan.

Tiga kapal ikan yang diamankan adalah KM Calengkong Cantang, KM Rupat Indah dan KM Pantai Indah. Ketiga kapal itu diamankan Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan HIU 11 yang melakukan pengangkatan barang muatan kapal tenggelam (BMKT) di wilayah perairan Pulau Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), pada 7 November 2024 lalu.

Sejak ditangkap, ketiga kapal itu diamankan di PSDKP Pontianak, Kalimantan Barat untuk diproses. Namun, setelah melalui proses panjang, hingga saat ini belum terselesaikan. Sementara nelayan berharap proses kapal ikan itu segera selesai.

Pengurus dan Penanggung Jawab KM Calengkong Cantang, Wan Nopi Iriadi menilai prosesnya cukup lama, sehingga nelayan merasa terganggu. Ia menuturkan, sejak nelayan Rahman dan awak kapal lain tertangkap telah diperiksa dan diproses, serta ditetapkan oleh Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) melakukan pelanggaran pengangkatan tanpa miliki surat izin usaha pengangkatan barang muatan kapal tenggelam (BMKT).

“Sampai sekarang belum selesai juga prosesnya,” kata Wan Nopi, kemarin.

Lambatnya proses itu lanjut dia berdampak bagi nelayan karena tidak bisa melaut.

“Keluhan kami prosesnya lambat sehingga nasib nelayan tidak bisa melaut dan dikejar hutang dan tanggungjawab terhadap sewa pakai terhadap kapal itu,” katanya.

Ia juga menyayangkan para nelayan tidak mendapatkan perhatian khusus. Sebab, Rahman juga pernah menyerahkan barang BMKT tersebut ke cagar budaya Provinsi Kepri. Ia juga membandingkan proses yang dihadapi nelayan Indonesia ketika melanggar zona perbatasan di Perairan Kuching, Serawak, Malaysia. Namun, prosesnya hanya sebentar, sementara proses di dalam negeri begitu lama.

“Selama 100 hari setelah melakukan administrasi dan sanksi sudah dilepaskan awak beserta kapal, negara kita sendiri masih menjajah rakyatnya sendiri,” ungkapnya.

Wan Nopi berharap pihak PSDKP Pontianak segera memberikan penjelasan sampai kapan prosesnya dapat diselesaikan.

“Berapa lama lagi kami menunggu. Kalau terlalu lama kapal itu ditambat akan berkurang kualitasnya,” imbuhnya.

Kepala Stasiun PSDKP Pontianak, Abdul Quddus mengatakan, prosesnya di awal tahun 2024 sudah keluar penetapan pembayaran denda Rp1,1 miliar. Tetapi, karena pihak pelaku menyatakan tidak sanggup membayar, mereka melakukan tahapan proses keberatan yang diajukan ke Direktorat PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, keberatannya ditolak.

“Kemudian pihak pelaku (Rahman) mengajukan keringanan sebesar Rp20 juta, dari denda Rp1,1 miliar menjadi Rp20 juta,” kata Quddus.

Proses keringanan ini kata dia harus melalui Kementerian Keuangan yang memutuskan dan sampai saat ini prosesnya sudah berjalan.

“Rapat terakhir ada beberapa dokumen yang belum lengkap apakah diterima atau tidak,” ujarnya.

Ia menuturkan, proses yang membuat lama karena adanya keberatan dan permohonan keringanan denda. Ia menegaskan, pihaknya tidak mau memperlambat proses tiga kapal tersebut.

Terkait pengajuan pinjam pakai kapal itu tergantung dari arahan pimpinan.

“Kami sadar waktunya lama. Prinsipnya kami tidak mau memperlambat, kami tetap menunggu arahan pimpinan dari pusat.

Tinggal menunggu jawaban dari Kementerian Keuangan, kalau kami dibilang sengaja mengulur, tidak. Kami tetap berupaya mempercepat prosesnya,” katanya.

Dalam prosesnya, terkait barang bukti sejauh ini lanjut Quddus masih diamankan di PSDKP Pontianak.

“Semua masih lengkap disini,” kata dia. (Rza)

0Shares
banner 200x200

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *