Jaksa KPK Tuntut Pidana Apri Sujadi Selama 4 Tahun Kasus Korupsi Cukai Rokok dan Mikol di Bintan
TANJUNGPINANG (KR)- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan tuntutan pidana penjara kepada Bupati Bintan non aktif, Apri Sujadi selama 4 tahun dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Rabu (30/3/2022).
Jaksa KPK menilai, terdakwa Apri Sujadi telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama Mohd Saleh H Umar, selaku Kepala BP Kawasan Bintan dalam pengaturan cukai rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (BP Bintan) tahun 2016 – 2018.
Selain itu, Jaksa KPK juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda kepada Apri sebesar Rp250 juta, subsider 6 bulan kurungan dan pidana tambahan pencabutan berupa pencabutan hak politiknya selama 3 tahun, terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.
Jaksa KPK juga menjatuhkan hukuman tambahan lain kepada Apri Sujadi untuk membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp. 2,650 miliar. UP terdakwa Apri itu sudah dikembalikan ke KPK secara keseluruhan, sehingga dirampas untuk negara.
Rincian dana yang sudah dikembalikan terdakwa Apri Sujadi melalui penyidik KPK adalah Rp500 juta, Rp200 juta, Rp 99 juta, Rp 200 juta, Rp 200 juta, Rp 127 juta Rp 374 juta, Rp 370 juta, Rp 500 juta dan Rp 150 juta dengan total keseluruhan Rp.2,650 miliar.
Dalam kasus yang sama, Jaksa KPK juga menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Mohd Saleh H Umar, selaku Kepala BP Kawasan Bintan selama 4 tahun dan denda Rp.200 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa M Saleh Umar juga dituntut untuk membayara Uang Pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp.415 juta. UP itu juga sudah dibayarkan terdakwa kepada KPK, sehingga dirampas untuk negara.
Jaksa KPK menilai perbuatan terdakwa Apri Sujadi dan M Saleh Umar telah terbukti melanggar Pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP junto pasal 65 KUHP
KPK menyatakan kerugian negara akibat perbuatan Apri Sujadi dan M Saleh Umar senilai Rp 422 Miliar lebih, karena secara bersama- sama dengan M Saleh Umar terkait penerbitan kuota rokok dan mikol tidak sesuai dengan kebutuhan wajar sejak tahun 2016, 2017 dan 2018.
Terhadap tuntutan tersebut, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin oleh Riska Widiana SH MH dan didampingi empat orang mejelis hakim lainnya, memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan pada sidang yang digelar Kamis sepekan mendatang.
“Majelis hakim memberikan kesempatan kepada pensehat hukum terdakwa maupun terdakwa sendiri untuk menyampaikan pembelaan pada sidang mendatang,”ujar majelis hakim.
Dalam sidang sebelumnya Jaksa KPK juga mengungkan adanya sejumlah nama yang meniikmati uang hasil korupsi tersebut, antara lain anggota DPRD Bintan Muhammad Yatir sebesar Rp.2 miliar, mantan Wakil Bupati Bintan Dalmasri Syam sebesar Rp.100 juta, anggota BP Kawasan Bintan Yurioskandar Rp.240 juta.
Kemudian, Pejabat Sekda Bintan Edi Pribadi Rp.75 juta, Mardiah Rp.5 juta, Alfeni Harmi Rp.47 juta, dan mantan Kepala DPMPTSP Bintan sekaligus anggota BP Kawasan Bintan Mardiah Rp.5 juta.
Selain itu, ada juga PPNS Dinas Perdagangan dan Koperasi Bintan, Setia Kurniawan Rp.5 juta, Risteuli Napitupulu sejumlah Rp.5 juta, dan Yulis Helen Romaidauli Rp.4,8 juta. Apri dinilai menerima uang hasil korupsi dalam kasus itu berjumlah Rp 2,6 miliar. Saleh Umar Rp 400 juta lebih
Jaksa mengungkapkan adanya pemberian kuota untuk rokok dan mikol di kawasan bebas melebihi jumlah penduduk karena para wisman yang datang masuk dalam kuota. Apri Sujadi dinilai telah terbukti menyalahgunakan jabatannya sebagai Bupati Bintan yang merangkap Wakil Ketua I BPK FTZ Bintan dengan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan koorporasi/badan baik secara materil/imateril. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh kedua terdakwa itu masuk Tipikor.
Dalam uraian fakta yuridis, Kabupaten Bintan merupakan daerah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau disingkat (KPBPB). Kuato rokok yang diterbitkan melebihi jumlah kuota yang wajar dengan kalkusasi penduduk yang ada di KPBPB. Begitu juga dengan kuota mikol, melebihi kuota wajar. (as/tim)