DAERAHHUKRIMTANJUNGPINANG

Sindikat Pengiriman PMI Ilegal ke Malaysia, Acing dan Ong Dituntut 20 Tahun Penjara

TANJUNGPINANG (Kepriraya.com) – Terdakwa Susanto alias Acing dan Muliadi alias Ong

selaku sindikat pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilgeal ke Malaysia dituntut masing-masing 20 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bintan
dalam sidang di di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (13/7/2022).

Dalam tuntutan yang dibacakan JPU, Eka Putra Kristina Waruwu SH meyakini bahwa terdakwa acing telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan menewaskan puluhan PMI di Perairan Malaysia.

Menurut Jaksa, terdakwa Acing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan pertama penuntut umum, yakni melanggar pasal 7 ayat 2 jo pasal 4 jo pasal 16 Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

“Terdakwa terbukti melakukan TPPO, sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum. Dan menuntut dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ucap JPU

Selain itu, terdakwa Acing juga dihukum pidana denda senilai Rp 1 miliar, jika tidak dibayar maka akan digantikan (subsider) dengan pidana penjara selama 6 bulan. Bahkan, terdakwa juga dibebani untuk membayar restitusi terhadap 28 korban, dengan nominal mencapai Rp 1.298.684.000.

“Yang harus dibayar dalam waktu 14 hari, terhitung sejak tuntutan ini dibacakan. Jika terdakwa tidak mampu membayar, maka harta kekayaannya akan disita, dan jika tidak bisa menutup restitusi akan digantikan dengan kurungan penjara selama 6 bulan,” terangnya.

Sementara dalam tuntutan terpisah soal tindak pidana pelayaran, terdakwa Acing juga diyakini melanggar Pasal 287 Jo Pasal 27 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Terdakwa acing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 287 Junto Pasal 27 UU RI Nomor 17 tentang pelayaran. Serta menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun penjara,” ujar JPU Yustus melalui sidang virtual di PN Tanjungpinang.

Mendengar tuntutan tersebut, Penasihat Hukum terdakwa, Zudy Ferdi meminta waktu dua pekan kepada Majelis Hakim untuk melakukan pembelaan.

“Sidang akan ditunda selama dua pekan, dengan agenda pembelaan,” ujar Ketua Majelis, Boy Syalendra.

Bersamaan dengan perkara tersebut JPU dari Kejari Bintan juga menuntut lima terdakwa lainnya dalam sidang terpisah.

Kelima terdakwa ini, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan TPPO bersama terdakwa Acing, dan melanggar pasal 7 ayat 2 jo pasal 4 jo pasal 16 Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Dalam hal ini, terdakwa Muliadi alias Ong dituntut hukuman 20 tahun penjara dan denda senilai Rp 1 Miliar subsider 6 bulan penjara.

Selanjutnya terdakwa Agus Salim alias Agus Botak, Juna Iskandar alias Juna dan Nasrudin alias Naas dituntut penjara selama 13 tahun serta denda senilai Rp 1 milar subsider 6 bulan penjara.

Kemudian terdakwa Erna Susanti alias Erna juga terbukti melanggar Pasal 7 tentang TPPO, dan menuntut dengan pidana penjara selama 5 tahun. Serta denda, senilai Rp 1 Miliar subsider 6 bulan penjara.

Mendengar amar tuntutan kelima terdakwa ini, Ketua Majelis Hakim Boy Syalendra memberikan waktu selama dua pekan untuk melakukan pembelaan. “Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (27/7/2022) mendatang, dengan agenda pembelaan,” tutup Boy Syalendra.

Sebelumnya dalam dakwaan JPU, Yustus menyatakan terdakwa Acing bersama-sama dengan terdakwa lainnya membawa Warga Negara Indonesia (WNI) dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Indonesia.

Terdakwa Acing ini merupakan seorang pengusaha yang mempunyai 6 kapal speedboad, untuk melakukan kegiatan pengiriman PMI Ilegal ke Negara Malaysia, melalui jalur laut dan sudah beroperasi sejak Tahun 2019 lalu.

Sementara terdakwa Muliadi, merupakan perekrut yang mempunyai banyak anak buah yang melakukan perekrutan diwilayah Jawa dan di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.

“Terdakwa Acing dan Muliadi saling bekerjasama untuk memberangkatan PMI ilegal kurang lebih sebanyak 6 sampai 8 kali, dengan penghasilan Rp 300 juta sampai Rp 400 juta per bulannya,” ujar Yustus dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu (20/4/2022).

Kemudian pada, 12 Desember 2021 Busra yang saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) menanyakan kepada terdakwa Acing, soal jumlah calon PMI yang ada di penampungan yang direkrut oleh terdakwa Muliadi.

Keesokan harinya, terdakwa Muliadi menghubungi istri terdakwa Acing untuk menginformasikan bahwa sudah 60 PMI yang siap diberangkatkan ke Malaysia yang berada di 3 rumah penampungan milik Acing, berlokasi disekitaran Pelabuhan Gentong.

“Terdakwa Acing memberangkatkan 60 PMI Ke Malaysia pada 15 Desember 2021 dini hari. Dari 60 PMI itu direkrut oleh anak buah dari terdakwa Muliadi yaitu ketiga terdakwa lainnya,” ungkapnya.

JPU Yustus mengatakan, bahwa kapal terdakwa Acing di nahkodai oleh Yani dengan dua ABK Yunus dan Sofian, untuk membawa 60 PMI tersebut. Setiap calon PMI, Acing meminta kepada terdakwa Muliadi biaya Rp 1,2 juta, sehingga jika ditotalkan terdakwa Acing menerima Rp 72 juta.

Uang puluhan juta tersebut ditransfer oleh tedakwa Muliadi ke rekening istri terdakwa Acing, Agustina, kakak ipar atas nama Marjasiah.

Dalam peristiwa pengiriman PMI secara ilegal tersebut, telah mengakibatkan 19 orang meninggal, 32 orang hilang (belum diketahui keadaanya) dan 13 orang dinyatakan selamat.(Asf)

0Shares
banner 200x200

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *