Endipat Wijaya: SOP Penangkaran Buaya di Pulau Bulan Harus Diperbaiki

lokasi penangkaran buaya milik PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) pada Jumat (31/1) f- Ist
BATAM, (kepriraya.com) – Anggota DPR RI Endipat Wijaya memastikan solusi untuk mengatasi masalah buaya lepas dari penangkaran di Pulau Bulan, Batam, telah disiapkan. Langkah ini akan diterapkan ke depannya untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
Endipat mengunjungi lokasi penangkaran buaya milik PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) pada Jumat (31/1). Ia didampingi Ketua DPRD Kepri Iman Sutiawan dan anggota DPRD lainnya. Sebanyak 39 buaya dilaporkan lepas dari penangkaran tersebut.
“Kami sudah memiliki langkah-langkah yang lebih baik untuk ke depan. Solusinya juga sudah ada. Nanti, teman-teman dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan penjelasan lebih lengkap,” ujar Endipat di Batam.
Menurut Endipat, keberadaan penangkaran buaya tersebut masih memiliki nilai positif. Salah satunya adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Selain itu, penangkaran juga berfungsi sebagai tempat penampungan buaya liar yang ditangkap oleh masyarakat.
“Manfaatnya jelas, banyak warga lokal yang bekerja di sini. Buaya-buaya yang ditangkap di alam liar atau dalam konflik dengan masyarakat juga bisa ditampung di sini. Jadi, secara ekosistem, penangkaran ini masih bermanfaat,”
Namun, Endipat menekankan pentingnya memperbaiki prosedur operasional standar (SOP) penangkaran. Hal ini agar kejadian buaya lepas tidak terulang di masa depan.
“Bukan berarti SOP saat ini tidak baik, tapi dengan perkembangan zaman, ada hal-hal yang perlu diperbarui agar lebih optimal. Ke depan, SOP harus dijalankan dengan lebih baik,” tegasnya.
Sementara Ketua DPRD Kepri Iman Sutiawan meminta penangkaran buaya milik PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan, Batam, ditutup. Ia menilai penangkaran tersebut tidak layak dan meresahkan masyarakat.
“Kalau kami bisa saran PT ini tutup lebih bagus. Karena tidak memberikan apa-apa untuk negara. Pajak negara juga tidak ada. Lokasi ini sudah 36 tahun tapi kondisinya tidak layak begini untuk jadi tempat penangkaran. Musibah saja yang ada yang didapat dari sini. Saran kami dari pada begini mending tutup,” papar Iman usai meninjau lokasi penangkaran buaya di Pulau Bulan, Jumat (31/1/2025).
Iman menegaskan PT PJK harus bertanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan. Menurutnya, penangkaran buaya itu telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama nelayan. Berdasarkan hasil temuan, terdapat 105 ekor buaya di penangkaran tersebut. Dari jumlah itu, 38 ekor sudah ditangkap, 66 ekor masih di penangkaran, tiga ekor mati, dan satu ekor belum ditemukan.
“Kami dalam hal itu tentu tidak bisa percaya begitu saja. Yang kami ingin dari pihak perusahaan kalau emang satu ekor lagi tolong dicari satu ekor. Kalaupun ada sisanya tolong dicari dan identifikasi lagi. Nelayan selama ini takut melaut karena ada kabar buaya lepas. Kami minta ada kompensasi untuk masyarakat yang terdampak,” kata Iman.
Iman berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini. “Kami minta surat balasan tertulis dari perusahaan seminggu lagi kira-kira apa yang menjadi pertimbangan mereka,” katanya.
39 Buaya Lepas
PT PJK enggan berkomentar. Namun, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Seksi Konservasi Wilayah II Batam mengonfirmasi total ada 39 ekor buaya yang lepas.
“Buaya yang sudah dievakuasi berjumlah 38 ekor. Tinggal satu lagi,” kata Kepala BBKSDA Riau Seksi Konservasi Wilayah II Batam, Tommy Steven.
Tommy menjelaskan, berdasarkan hasil stock opname pada 23 Januari 2025, ada 39 ekor buaya yang lepas. Koordinasi terus dilakukan dengan tim terpadu dan pemerintah kota untuk menangani buaya yang belum ditemukan.
Warga Pulau Buluh, Safet, mengaku masih ketakutan. Pihaknya tidak percaya begitu saja jumlah buaya yang lepas hanya 39 ekor.
“Jumlah buaya di sana itu banyak. Apakah sudah benar segitu yang lepas. Jangan sampai hoaks seperti sebelumnya yang katanya 5 tapi lebih,” kata Safet.
Pihaknya mengaku saat ini ada musim ikan dingkis yang menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat pesisir. Namun, alih-alih memasang bubu, masyarakat justru takut karena khawatir diterkam buaya.
“Banyak yang tidak memasang bubu, takut lagi asik masang bubu di dalam air ada buaya. Harusnya bulan nelayan mencari ikan semua. Tapi malah tertahan,” katanya.
Pihaknya berharap pemerintah daerah segera menangani masalah buaya. Khusus untuk perusahaan, pihaknya meminta agar nelayan setempat mendapat kompensasi. “Alasannya sederhana karena nelayan tak bisa melaut,” katanya.
Sumber: gokepri.com