Cak Ta’in: Polemik DPRD Kepri Memang Perlu Dihentikan Lewat Jalur Hukum, Bukan Kompromi
BATAM (Kepriraya.com)- Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) Cak Ta’in Komari SS menanggapi pernyataan Ketua DPRD Provinsi Kepri Jumaga Nadeak yang meminta polemik di lembaga yang dipimpinnya itu diakhiri oleh semua pihak.
“Polemik itu memang harus diakhiri dengan proses hukum, bukan dengan kompromi,” katanya.
Menurut Cak Ta’in, polemik itu muncul karena memang sudah waktunya muncul.
Kalau selama ini aman-aman saja atau ‘adem ayem ‘ bukan berarti gak ada masalah di lembaga tersebut.
“Ketika suatu lembaga tidak menjadi sorotan publik ada kemungkinan memang karena tidak ada masalah atau selama ini terlalu pintar menutupinya. Tapi yang namanya bau tak sedap, disimpan kayak manapun, lama-lama akan menyebar kemana-mana juga kan.” ujar Cak Ta’in.
Mantan Dosen Unrika Batam itu menjelaskan, sebenarnya isu dan informasi tak sedap itu sudah lama terendus oleh media ataupun aktivis, namun umumnya mereka kesulitan mendapatkan data atau bukti kongkritnya.
“Selama ini Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap suatu lembaga cenderung tertutup dan disembunyikan dari publik, karena BPK sendiri hanya berkewajiban menyampaikan LHP kepada pimpinan lembaga yang menjadi objek pemeriksaan. Tidak ada kewajiban menyampaikannya ke publik. Kalau sekarang tiba-tiba bisa menyebar kayak virus itu entah kecolongan atau ada yang sengaja..?” jelasnya.
Lebih lanjut Cak Ta’in menegaskan, perintah Ketua DPRD Kepri untuk menghentikan polemik itu bersifat internal di sekretariat dan tidak akan mempengaruhi pihak-pihak yang berkomitmen untuk membongkar dugaan korupsi di lembaga tersebut.
“Mestinya Ketua DPRD Kepri mendorong transparansi, mendorong dugaan korupsi yang dipolemikkan itu segera diproses, sehingga cepat jelas dan clear, apakah memang ada tindak pidananya atau sekedar administrasi pelanggarannya,” papar Cak Ta’in.
Ditambahkannya, persoalan polemik yang tidak membuat produktif dan buang-buang waktu serta energi justru menimbulkan pertanyaan produktivitas apa yang sudah dilakukan dihasilkan lembaga tersebut selama ini.
“Selama ini kita tidak melihat adanya perubahan signifikan di Provinsi Kepri dengan keberadaan mereka. Berpuluh tahun dan berperiode-periode mereka menjadi anggota dewan tidak membuat lompatan apapun di Provinsi Kepri. APBD Provinsi Kepri hanya berkutat di angka sekitar Rp3 – 3,5 triliun setiap tahunnya,” ujar dia.
Tahun ini misalnya, sekalinya dipaksakan hampir menyentuh angka Rp4 triliun pun tapi akhirnya defisit hingga Rp500 jutaan, karena memang dari awal sudah gak jelas darimana akan ada dana itu tapi dipaksakan.
“Lalu di mana produktivitas mereka. Selama ini kan hanya menjalankan tugas-tugas normatif mereka saja kemudian menikmati fasilitas yang diberikan oleh negara. Itupun masih banyak yang tidak puas dan banyak yang diduga ‘bermain’ proyek pemerintah. Untuk itu kita juga tegaskan bahwa kita tidak akan berhenti upaya membongkar dugaan-dugaan korupsi di lembaga tersebut,” tegas Cak Ta’in.(afr)